3456

3456
Lawang Sewu

Tugu Muda Semarang

Kamis, 25 April 2013

Pembelajaran PKN "Metode Pembelajaran Bermain Peran"


Pembelajaran PKn
Metode Pembelajaran:
“Bermain Peran”



Dosen Pengampu:
Dr. Osa Juarsa, M.Pd

Disusun Oleh: Kelompok 8
1.        Erik Yopis                    (A1G010005)
2.        Nanda Masyitah           (A1G010043)
3.        Zendro Hareflen          (A1G010044)
Tingkat   V A

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2012



KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah Swt atas segala rahmat, hidayah serta petunjuk-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah Pembelajaran PKn untuk model pembelajaran dengan pembahasan “Metode Bermain Peran”.
Dalam makalah ini akan diuraikan mengenai pengertian, prinsip dasar dan ciri-ciri, tujuan dan manfaat, langkah-langkah pembelajaran bermain peran serta keunggulan dan kelemahan bermain peran.
Dalam penyelasaian tugas ini tentunya banyak bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, tidak lupa kami sampaikan rasa terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Pembelajaran PKn di kelas VA serta anggota kelompok yang telah bekerjasama dengan baik sehingga tugas ini selesai tepat pada waktunya.
Apabila dalam penulisan makalah ini banyak kesalahan,  kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan selanjutnya. Kami berharap kiranya makalah yang kami buat ini dapat bermanfaat bagi semua orang yang terlibat dalam pendidikan dalam pembelajaran maupun dalam kehidupan sehari-hari, untuk dapat menerapkannya dengan baik sehingga dapat menjadi guru profesional.

Bengkulu,    Desember  2012

        Penulis





DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang................................................................................................ 1
1.2.  Rumusan Masalah........................................................................................... 2
1.3.  Tujuan.............................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1.  Pengertian Metode Bermain Peran.................................................................. 3
2.2.  Apa saja Prinsip Dasar Dan Ciri-Ciri Metode Bermain Peran......................... 5
2.3.  Tujuan dan Manfaat Bermain Peran? ............................................................. 7
2.4.  Langkah-langkah Pembelajaran Bermain Peran.............................................. 9
2.5.  Keunggulan dan Kelemahan Bermain Peran .................................................. 13

BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan........................................................................................................ 17
3.2 Saran ................................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 18



BAB I
PENDAHULUAN

1.1              Latar belakang
Sebagai seorang guru sebaiknya perlu  menentukan pendekatan dan metode yang akan digunakan sebelum melakukan proses belajar mengajar. Pemilihan suatu pendekatan dan metode tentu harus disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan sifat materi yang akan menjadi objek pembelajaran. Pembelajaran dengan menggunakan banyak metode akan menunjang pencapaian tujuan pembelajaran yang lebih bermakna.
Bermain peran merupakan salah satu alternatif yang dapat ditempuh. Hasil penelitian dan percobaan yang dilakukan oleh para ahli menunjukkan bahwa bermain peran merupakan salah satu metode yang dapat digunakan secara efektif dalam pembelajaran. Dalam hal ini, bermain peran diarahkan pada pemecahan masalah yang menyangkut hubungan antar manusia, terutama yang menyangkut kehidupan peserta didik. Manusia merupakan makhluk sosial dan individual, yang dalam hidupnya senantiasa berhadapan dengan manusia lain atau situasi di sekelilingnya. Mereka berinteraksi, berinterdepedensi dan pengaruh mempengaruhi. Sebagai individu manusia memiliki pola yang unik dalam berhubungan dengan manusia lain. Ia memiliki rasa senang, tidak senang, percaya, curiga, dan ragu terhadap orang lain.
Peran dapat didefinisikan sebagai suatu rangkaian perasaan, ucapan dan tindakan, sebagai suatu pola hubungan unik yang ditunjukkan oleh individu terhadap individu lain. Peran yang dimainkan individu dalam hidupnya dipengaruhi oleh persepsi individu terhadap dirinya dan terhadap orang lain. Oleh sebab itu, untuk dapat berperan dengan baik, diperlukan pemahaman terhadap peran pribadi dan orang lain. Pemahaman tersebut tidak terbatas pada tindakan, tetapi pada faktor penentunya, yakni perasaan, persepsi dan sikap. Bermain peran berusaha membantu individu untuk memahami perannya sendiri dan peran yang dimainkan orang lain sambil mengerti perasaan, sikap dan nilai yang mendasarinya.
Pada umumnya, siswa tidak menyukai pelajaran PKn karena alasan banyak bacaannya sementara sebagian besar siswa adalah anak yang kinestetis. Metode bermain peran dipilih karena cocok dengan siswa yang kinestetiknya tinggi, atau tidak bisa diam. Apalagi hanya mendengarkan penjelasan atau membaca teks, dapat dipastikan tidak banyak materi yang dapat tersampaikan.


1.2              Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian metode bermain peran?
2.      Apa saja prinsip dasar dan ciri-ciri metode bermain peran?
3.      Apa saja tujuan dan manfaat bermain peran?
4.      Apa saja langkah-langkah bermain peran?
5.      Apa saja keunggulan dan kelemahan metode bermain peran ?

1.3              Tujuan
Mengetahui dan memahami mengenai pengertian bermain peran, prinsip dasar dan ciri-ciri metode bermain peran, langkah-langkah metode bermain peran, keunggulan dan kelemahan metode bermain peran serta cara mengatasi kekurangan metode bermain peran.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Pengertian Metode Bermain Peran
Metode pembelajaran adalah suatu pengetahuan tentang cara-cara yang digunakan guru untuk menyajikan bahan pelajaran kepada siswa di dalam kelas, baik secara individual atau secara kelompok agar pelajaran yang disampaikan dapat terserap, dipahami dan dimanfaatkan oleh siswa dengan baik (Ahmadi dan Prasetya 1997:52). Jadi seorang guru harus pandai memilih metode pembelajaran yang tepat agar tujuan pembelajaran dapat tercapai. Salah satu metode pembelajaran yang bisa digunakan adalah metode pembelajaran bermain peran. Bermain peran menurut Ramayulis (2008:309), berasal dari kata Sosio yang artinya masyarakat dan drama yang berarti keadaan orang atau peristiwa yang dialami orang, sifat, dan tingkah lakunya, hubungan seseorang dengan orang lain dan sebagainya.
Metode bermain peran menekankan pada siswa dapat menghayati peranan apa yang dimainkan, dan mampu menempatkan diri dalam situasi orang lain yang dikehendaki guru. Ia dapat belajar watak orang lain, cara bergaul dengan orang lain, bagaimana cara mendekati dan berhubungan dengan orang lain, dan dalam situasi tersebut mereka harus dapat memecahkan masalahnya.
Dalam metode bermain peran, siswa dapat berperan sebagai dan berperilaku seperti orang lain sesuai dengan skenario yang telah disusun gurunya. Dalam hal ini diharapkan siswa memperoleh inspirasi dan pengalaman baru yang dapat mempengaruhi sikap siswa. Guru mengatur sedemikian sehingga cerita yang disusun cukup bagus dan dapat menarik perhatian siswa, sehingga semata-mata semua siswa  dapat masuk di dalamnya, ikut merasakan dan ikut mengalaminya. Dengan demikian siswa diharapkan dapat menyesuaikan diri dalam situasi tertentu.
Metode bermain peran adalah berperan atau memainkan peranan dalam dramatisasi masalah sosial atau psikologis. Bermain peran adalah salah satu bentuk permainan pendidikan yang di gunakan unutk menjelaskan perasaan, sikap, tingkah laku dan nilai, dengan tujuan untuk menghayati perasaan, sudut pandangan dan cara berfikir orang lain (Depdikbud, 1964:171).
Melalui metode bermain peran siswa diajak untuk belajar memecahkan masalah pribadi, dengan bantuan kelompok sosial yang anggotanya teman-temannya sendiri. Dengan kata lain metode ini berupaya membantu individu melalui proses kelompok sosial. Melalui bermain peran, para siswa mencoba mengeksploitasi masalah-masalah hubungan antar manusia dengan cara memperagakannya. Hasilnya didiskusikan dalam kelas.
Proses belajar dengan menggunakan metode bermain peran diharapkan agar siswa mampu menghayati tokoh yang dikehendaki, keberhasilan siswa dalam menghayati peran itu akan menentukan apakah proses  pemahaman, penghargaan dan identifikasi diri terhadap nilai berkembang: (Hasan, 1996: 266)Metode bermain  peran merupakan metode mengajar dengan cara mempertunjukkan kepada siswa tentang masalah-masalah hubungan sosial, untuk mencapai tujuan pembelajaran tertentu. Masalah hubungan sosial tersebut didramatisasikan oleh siswa dibawah pimpinan guru,  melalui metode ini guru ingin mengajarkan cara-cara bertingkah laku dalam hubungan antara sesama manusia. Cara yang paling baik untuk memahami nilai bermain peran adalah mengalami sendiri bermain peran, mengikuti penuturan terjadinya bermain peran dan mengikuti langkah-langkah guru pada saat memimpin bermain peran.
Metode Bermain peran merupakan suatu cara penguasaan bahan-bahan pelajaran melalui pengembangan imajinasi dan penghayatan siswa. Pengembangan imajinasi dan penghayatan dilakukan siswa dengan memerankannya sebagai tokoh hidup atau benda mati. Permainan ini pada umumnya dilakukan lebih dari satu orang, hal itu bergantung kepada apa yang diperankan. Melalui metode ini siswa menjadi mengerti bagaimana cara menerima pendapat orang lain. Siswa juga harus bisa berpendapat, memberikan argumentasi dan mempertahankan pendapatnya.




2.2       Prinsip Dasar Dan Ciri-Ciri Metode Bermain Peran
Ø  Prinsip Bermain Peran:
Bermain peran pada prinsipnya merupakan pembelajaran untuk menghadirkan peran-peran yang ada dalam dunia nyata ke dalam suatu pertunjukan peran di dalam kelas/pertemuan, yang kemudian dijadikan sebagai bahan refleksi agar peserta memberikan penilaian terhadap suatu hal. Misalnya: menilai keunggulan maupun kelemahan masing-masing peran tersebut, dan kemudian memberikan saran/ alternatif pendapat bagi pengembangan peran-peran tersebut. Pembelajaran ini lebih menekankan terhadap masalah yang diangkat dalam pertunjukan, dan bukan pada kemampuan pemain dalam melakukan permainan peran.
Bermain peran adalah sejenis permainan gerak yang didalamnya ada tujuan, aturan dan sekaligus melibatkan unsur senang (Jill Hadfield, 1986). Dalam bermain peran murid dikondisikan pada situasi tertentu di luar kelas. Selain itu, bermain peran sering kali dimaksudkan sebagai suatu bentuk aktivitas dimana pembelajar membayangkan dirinya seolah-olah berada di luar kelas dan memainkan peran orang lain (Basri Syamsu, 2000).
Dalam bermain peran murid diperlakukan sebagai subyek pembelajaran, secara aktif melakukan praktik-praktik berbahasa bersama teman-temannya pada situasi tertentu. Belajar efektif dimulai dari lingkungan yang berpusat pada diri murid (Departemen Pendidikan Nasional, 2002). Lebih lanjut prinsip pembelajaran memahami kebebasan berorganisasi, dan menghargai keputusan bersama, murid akan lebih berhasil jika mereka diberi kesempatan memainkan peran dalam bermusyawarah, melakukan pemungutan suara terbanyak dan bersikap mau menerima kekalahan sehingga dengan melakukan berbagai kegiatan tersebut dan secara aktif berpartisipasi, mereka akan lebih mudah menguasai apa yang mereka pelajari (Boediono, 2001). Jadi, dalam pembelajaran murid harus aktif, karena tanpa adanya aktivitas, maka proses pembelajaran tidak mungkin terjadi. 
Menurut Nur (200); prinsip dasar dalam pembelajaran bermain sebagai berikut:
a.    Setiap anggota kelompok (siswa) bertanggung jawab atas segala sesuatu yang dikerjakan dalam kelompoknya
b.    Setiap anggota kelompok (siswa) harus mengetahui bahwa semua anggota adalah tim
c.    Kelompok mempunyai tujuan yang sama
d.   Setiap anggota kelompok (siswa) harus membagi tugas dan tanggung jawab yang sama diantara anggota kelompoknya
e.    Setiap anggota kelompok (siswa) akan dikenai evaluasi
f.     Setiap anggota kelompok (siswa) berbagi kepemimpinan dan membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya
g.    Setiap anggota kelompok (siswa) akan diminta mempertanggung jawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok bermain peran
Menurut Dr. E. Mulyasa, M.Pd. (2004:141) terdapat empat asumsi yang mendasari pembelajaran bermain peran untuk mengembangkan perilaku dan nilai-nilai sosial, yang kedudukannya sejajar dengan metode-metode mengajar lainnya, yakni:
a.    Secara implisit bermain peran mendukung suatu situasi belajar berdasarkan pengalaman dengan menitikberatkan isi pelajaran pada situasi “di sini pada saat ini’’. Metode ini percaya bahwa sekelompok peserta didik dimungkinkan untuk menciptakan analogy mengenai situasi kehidupan nyata. Terhadap analogy yang diwujudkan dalam bermain peran, para peserta didik dapat menampilkan respons emosional sambil belajar dari respons orang lain.
b.    Bermain peran memungkinkan para peserta didik untuk mengungkapkan perasaannya yang tidak dapat dikenal tanpa bercermin pada orang lain. Bermain peran dalam konteks pembelajaran memandang bahwa diskusi setelah pemeranan dan pemeranan itu sendiri merupakan kegiatan utama dan integral dari pembelajaran.
c.    Metode bermain peran berasumsi bahwa emosi dan ide-ide dapat diangkat ke taraf sadar untuk kemudian ditingkatkan melalui proses kelompok. Pemecahan tidak selalu datang dari orang tertentu, tetapi bisa saja muncul dari reaksi pengamat terhadap masalah yang sedang diperankan. Dengan demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Dengan demikian, para peserta didik dapat belajar dari pengalaman orang lain tentang cara memecahkan masalah yang pada gilirannya dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan dirinya secara optimal. Oleh sebab itu, metode mengajar ini berusaha mengurangi peran guru yang teralu mendominasi pembelajaran dalam pendekatan tradisional. Metode bermain peran mendorong peserta didik untuk turut aktif dalam pemecahan masalah sambil menyimak secara seksama bagaimana orang lain berbicara mengenai masalah yang sedang dihadapi.
d.   Metode bermain peran berasumsi bahwa proses psikologis yang tersembunyi, berupa sikap, nilai, perasaan dan sistem keyakinan, dapat diangkat ke taraf sadar melalui kombinasi pemeranan secara spontan. Dengan demikian, para peserta didik dapat menguji sikap dan nilainya yang sesuai dengan orang lain, apakah sikap dan nilai yang dimilikinya perlu dipertahankan atau diubah. Tanpa bantuan orang lain, para peserta didik sulit untuk menilai sikap dan nilai yang dimilikinya.
Ø  Ciri-ciri Metode Bermain Peran:
a.    Siswa dalam kelompok secara bermain menyelesaikan materi belajar sesuai kompetensi dasar yang akan dicapai.
b.    Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki kemampuan yang berbeda-beda, baik tingkat kemampuan tinggi, sedang dan rendah. Jika mungkin anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku yang berbeda serta memperhatikan kesetaraan jender.
c.    Penghargaan lebih menekankan pada kelompok dari pada masing-masing individu.

2.3                          Tujuan dan Manfaat Bermain Peran
Menurut Zuhaerini (1983: 56), metode ini digunakan apabila pelajaran dimaksudkan untuk:
a.       Menerangkan suatu peristiwa yang di dalamnya menyangkut orang banyak, dan berdasarkan pertimbangan didaktik lebih baik didramatisasikan daripada diceritakan, karena akan lebih jelas dan dapat dihayati oleh anak
b.      Melatih anak-anak agar mereka mampu menyelesaikan masalah-masalah sosial-psikologis
c.       Melatih anak-anak agar mereka dapat bergaul dan memberi kemungkinan bagi pemahaman terhadap orang lain beserta masalahnya.
Sementara itu, Davies (1987: 19) mengemukakan bahwa penggunaan bermain peran dapat membantu murid dalam mencapai tujuan-tujuan afektif. Esensi bermain peran, menurut Chesler dan Fox dalam Basri Syamsu (2000: 23) adalah partisipan berkesempatan untuk terlibat aktif dalam situasi nyata untuk mengerti dan memecahkan masalah”.      
Mudairin (2009: 4) menjelaskan untuk dapat mengukur sejauhmana bermain peran memberikan manfaat kepada pemeran dan pengamatnya ditentukan oleh:
a.       Kualitas pemeranan
b.      Analisis yang dilakukan melalui diskusi setelah pemeranan
c.       Persepsi murid terhadap peran yang ditampilkan dibandingkan dengan situasi nyata dalam kehidupan.
Tujuan metode pembelajaran bermain peran pada praktiknya adalah merubah pemahaman anak terhadap sesuatu menjadi bentuk perilaku. Meskipun metode
pembelajaran ini menuntut tindakan-tindakan nyata dari peserta didik, namun
sebenarnya pembelajaran ini tidak hanya terfokus untuk mengajari peserta
didik bagaimana berprilaku tetapi mengajak peserta didik untuk menemukan
jalan keluar atas sebuah masalah serta mencari pilihan solusi lainnya.
Metode bermain peran wajar digunakan dalam pembelajaran menurut Ramayulis (2008:301-311) dalam rangka mencapai tujuan-tujuan yang mengandung sifat-sifat sebagai berikut :
a.    Memahami perasaan orang lain
b.    Membagi pertanggungan jawab dan memikulnya
c.    Menghargai pendapat orang lain
d.   Mengambil keputusan kelompok
e.    Membantu penyesuaian diri dengan kelompok
f.     Memperbaiki hubungan sosial
g.    Mengenali nilai-nilai dan sikap-sikap
Ø Tujuan Bermain Peran :
a.    Untuk motivasi siswa
b.    Untuk menarik minat dan perhatian siswa
c.    Memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengeksplorasi situasi dimana mereka mengalami emosi, perbedaan pendapat dan permasalahan dalam lingkungan kehidupan sosial anak
d.   Menarik siswa untuk bertanya
e.    Mengembangkan kemampuan komusikasi siswa
f.     Melatih siswa untuk berperan aktif dalam kehidupan nyata
Ø  Manfaat Bermain Peran :
Manfaat yang dapat diambil dari bermain peran adalah:
a.       Bermain peran dapat memberikan semacam hidden practise, dimana murid tanpa sadar menggunakan ungkapan-ungkapan terhadap materi yang telah dan sedang mereka pelajari.
b.      Bermain peran melibatkan jumlah murid yang cukup banyak, cocok untuk kelas besar.
c.       Bermain peran dapat memberikan kepada murid kesenangan karena bermain peran pada dasarnya adalah permainan. Dengan bermain murid akan merasa senang karena bermain adalah dunia siswa.
Bermain peran merupakan salah satu metode belajar komunikatif yang berorientasi pada pembelajar.

2.4                          Langkah-Langkah Pembelajaran Bermain Peran
Menurut Shaftel (1967) mengemukakan sembilan tahap bermain peran yang dapat dijadikan pedoman dalam pembelajaran:
1.      Memotivasi kelompok
Menghangatkan suasana kelompok termasuk mengantarkan peserta didik terhadap masalah pembelajaran yang perlu dipelajari. Hal ini dapat dilakukan dengan mengidentifikasi masalah, menjelaskan masalah, menafsirkan cerita dan mengeksplorasi isu-isu, serta menjelaskan peran yang akan dimainkan. Masalah dapat diangkat dari kehidupan peserta didik, agar dapat merasakan masalah itu hadir dihadapan mereka, dan memiliki hasrat untuk mengetahui bagaimana masalah yang hangat dan actual, langsung menyangkut kehidupan peserta didik, menarik dan merangsang rasa ingin tahu peserta didik, serta memungkinkan berbagai alternative pemecahan. Tahap ini lebih banyak dimaksudkan untuk memotivasi peserta didik agar tertarik pada masalah karena itu tahap ini sangat penting dalam bermain peran dan paling menentukan keberhasilan. Bermain peran akan berhasil apabila peserta didik menaruh minat dan memperhatikan masalah yang diajukan guru
2.      Memilih pemeran
Memilih peran dalam pembelajaran, tahap ini peserta didik dan guru mendeskripsikan berbagai watak atau karakter, apa yang mereka suka, bagaimana mereka merasakan, dan apa yang harus mereka kerjakan, kemudian para peserta didik diberi kesempatan secara sukarela untuk menjadi pemeran. Jika para peserta didik tidak menyambut tawaran tersebut, guru dapat menunjuk salah seorang peserta didik yang pantas dan mampu memerankan posisi tertentu.
Menyususn tahap-tahap baru, pada tahap ini para pemeran menyusun garis-garis besar adegan yang akan dimainkan. Dalam hal ini, tidak perlu ada dialog khusus karena para peserta didik dituntut untuk bertindak dan berbicara secara spontan. Guru membantu peserta didik menyiapkan adegan-adegan dengan mengajukan pertanyaan, misalnya di mana pemeranan dilakukan, apakah tempat sudah dipersiapkan, dan sebagainya. Persiapan ini penting untuk menciptakan suasana yang menyenangkan bagi seluruh peserta didik, dan mereka siap untuk memainkannya.
3.      Menyiapkan pengamat
Menyiapkan pengamat, sebaiknya pengamat dipersiapkan secara matang dan terlibat dalam cerita yang akan dimainkan agar semua peserta didik turut mengalami dan menghayati peran yang dimainkan dan aktif mendiskusikannya. Menurut Sharfel dan Shaftel (1967), agar pengamat turut terlibat, mereka perlu diberi tugas. Misalnya menilai apakah peran yang dimainkan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya? Bagaimana keefektifan perilaku yang ditunjukkan pemeran? Apakah pemeran dapat menghayati peran yang dimainkan?
4.      Menyiapkan tahap-tahap permainan peran
5.      Pemeranan
Tahap pemeranan, pada tahap ini para peserta didik mulai beraksi secara spontan, sesuai dengan peran masing-masing. Merka berusaha memainkan setiap peran seperti benar-benar dialaminya. Mungkin proses bermain peran tidak berjalan mulus karena para peserta didik ragu dengan apa yang harus dikatakan akan ditunjukkan. Shaftel dan Shfatel (1967) mengemukakan bahwa pemeranan cukup dilakukan secara singkat, sesuai tingkat kesulitan dan kompleksitas masalah yang diperankan serta jumlah peserta didik yang dilibatkan, tak perlu memakan waktu yang terlalu lama. Pemeranan dapat berhenti apabila para peserta didik telah merasa cukup, dan apa yang seharusnya mereka perankan telah dicoba lakukan. Adakalanya para peserta didik keasyikan bermain peran sehingga tanpa disadari telah mamakan waktu yang terlampau lama. Dalam hal ini guru perlu menilai kapan bermain peran dihentikan. Sebaliknya pemeranan dihentikan pada saat terjadinya pertentangan agar memancing permasalahan untuk didiskusikan.
6.      Diskusi dan evaluasi
Diskusi dan evaluasi pembelajaran, diskusi akan mudah dimulai jika pemeran dan pengamat telah terlibat dalam bermain peran, baik secara emosional maupun secara intelektual. Dengan melontarkan sebuah pertanyaan, para peserta didik akan segera terpancing untuk diskusi. Diskusi mungkin dimulai dengan tafsirkan mengenai baik tidaknya peran yang dimainkan selanjutnya mengarah pada analisis terhadap peran yang ditampilkan, apakah cukup tepat untuk memecahkan masalah yang sedang dihadapi.
7.      Pemeranan ulang
Pemeranan ulang, dilakukan berdasarkan hasil evaluasi dan diskusi mengenai alternative pemeranan. Mungkin ada perubahan peran watak yang dituntut. Perubahan ini memungkinkan adanya perkembangan baru dalam upaya pemecahan masalah. Setiap perubahan peran akan mempengaruhi peran lainnya.
8.      Diskusi dan evaluasi kedua
Diskusi dan evaluasi tahap dua, diskusi dan evaluasi pada tahap ini sama seperti pada tahap enam, hanya dimaksudkan untuk menganalisis hasil pemeranan ulang, dan pemecahan masalah pada tahap ini mungkin sudah lebih jelas. Para peserta didik menyetujui cara tertentu untuk memecahkan masalah, meskipun dimungkinkan adanya peserta didik yang belum menyetujuinya. Kesepakatan bulat tidak perlu dicapai karena tidak ada cara yang pasti dalam menghadapi masalah kehidupan.
9.      Membagi pengalaman dan menarik generalisasi
Membagi pengalaman dan pengambilan kesimpulan, tahap ini tidak harus menghasilkan generalisasi secara langsung karena tujuan utama bermain peran ialah membantu para peserta didik untuk memperoleh pengalaman berharga dalam hidupnya melalui kegiatan interaksional dengan temannya. Mareka bercermin pada orang lain untuk lebih memahami dirinya. Hal ini mengandung implikasi bahwa yang paling penting dalam bermain peran ialah terjadinya saling tukar pengalaman. Proses ini mewarnai seluruh kegiatan bermain peran, yang ditegaskan lagi pada tahap akhir. Pada tahap ini para peserta didik saling mengemukakan pengalaman hidupnya dalam berhadapan dengan orang tua, guru, teman dan sebagainya. Semua pengalaman peserta didik dapat diungkap atau muncul secara spontan.
Terdapat tiga hal yang menentukan kualitas dan keefektifan bermain peran sebagai metode pembelajaran:
1.        Kualitas pemeranan
2.        Analisis dalam diskusi
3.    Pandangan peserta didik terhadap peran yang ditampilkan dibandingkan dengan situasi kehidupan nyata.
Langkah-langkah pelaksanaan metode bermain peran :
1.    Dilaksanakan dengan memberikan penjelasan tentang tujuan pembelajaran yang ingin dicapai
2.    Memberi penjelasan tentang tata cara jalannya metode bermain peran dengan sebelumnya menyusun atau menyiapkan scenario yang akan ditampilkan
3.    Memotivasi siswa (kegiatan memotivasi siswa baru dilakukan pada saat permainan peran diulang)
4.    Menjelaskan materi yang akan diajarkan
5.    Siswa dibagi dalam beberapa kelompok beranggotakan 5-7 siswa
6.    Guru menyiapkan scenario/naskah  dengan tema cerita yang menarik
7.    Ketua kelompok membagi peran masing-masing sesuai yang terdapat dalam scenario. Guru pun dapat memegang salah satu peran apabila dirasakan memang perlu
8.    Tiap-tiap pemain menghapalkan dialog dalam skenario.
9.    Guru menunjuk salah satu kelompok yang sudah benar-benar siap untuk menampilkan naskah pementasan
10.                        Demikian seterusnya sampai seluruh kelompok tampil
11.                        Evaluasi, meliputi lafal, intonasi, ekspresi, penghayatan dan penampilan
12.                        Kesimpulan
Salah satu contoh langkah-langkah pembelajaran lainnya, sebagai berikut :
1.    Guru menjelaskan tujuan pembelajaran/KD.
2.    Siswa dibagi dalam beberapa kelompok beranggotakan 3-4 siswa.
3.    Guru menyiapkan scenario/naskah  dengan tema cerita yang menarik.
4.    Ketua kelompok membagi peran masing-masing sesuai yang terdapat dalam scenario. Guru pun dapat memegang salah satu peran apabila dirasakan memang perlu.
5.    Tiap-tiap pemain menghapalkan dialog dalam scenario.
6.    Guru menunjuk salah satu kelompok yang sudah benar-benar siap untuk menampilkan naskah pementasan.
7.    Demikian seterusnya sampai seluruh kelompok tampil.
8.    Evaluasi, meliputi lafal,intonasi,ekspresi, penghayatan dan penampilan.
9.    Kesimpulan.

2.5                          Kelebihan dan kekurangan metode bermain peran
Ø   Keunggulan Bermain Peran
Menurut Ramayulis (2008:311-312), kelebihan metode bermain peran, yaitu :
a.    Untuk mengajar peserta didik supaya bisa menempatkan dirinya dengan orang lain
b.    Guru dapat melihat kenyataan yang sebenarnya dari kemampuan peserta didik
c.    Bermain peran dn permainan peran menimbulkan diskusi yang hidup
d.   Peserta didik akan mengerti sosial psychologis
e.    Metode bermain peran dapat menarik minat peserta didik
f.     Melatih peserta didik untuk berinisiatif berkreasi
Kedisiplinan Belajar dapat ditanamkan kepada siswa-siswi melalui metode bermain peran karena:
a.    Memberikan pengalaman langsung kepada siswa untuk memecahakan masalah yang dihadapinya secara nyata.
b.    Dengan metode bermain peran membantu para siswa menentukan makna-makna kehidupan dari lingkungan sosial yang bermanfaat bagi dirinya.
c.    Melatih siswa untuk menjunjung tinggi nilai-nilai demokratif sekaligus bertanggung jawab dalam mengimplementasikan nilai-nilai pancasila.
Selain itu, kelebihan metode bermain peran:
a.       Dapat berkesan dengan kuat dan tahan lama dalam ingatan siswa. Disamping merupakan pengalaman yang menyenangkan yang saling untuk dilupakan
b.      Sangat menarik bagi siswa, sehingga memungkinkan kelas menjadi dinamis dan penuh antusias
c.       Membangkitkan gairah dan semangat optimisme dalam diri siswa serta menumbuhkan rasa kebersamaan dan kesetiakawanan sosial yang tinggi
d.      Dapat menghayati peristiwa yang berlangsung dengan mudah, dan dapat memetik butir-butir hikmah yang terkandung di dalamnya dengan penghayatan siswa sendiri
e.       Dimungkinkan dapat meningkatkan kemampuan profesional siswa, dan dapat menumbuhkan / membuka kesempatan bagi lapangan kerja
f.       Siswa melatih dirinya untuk memahami dan mengingat isi bahan yang akan diperankan. Sebagai pemain harus memahami, menghayati isi cerita secara keseluruhan, terutama untuk materi yang harus diperankannya. Dengan demikian, daya ingatan siswa harus tajam dan tahan lama.
g.      Siswa akan berlatih untuk berinisiatif dan berkreatif. Pada waktu bermain peran para pemain dituntut untuk mengemukakan pendapatnya sesuai dengan waktu yang tersedia.
h.      Bakat yang terdapat pada siswa dapat dipupuk sehingga dimungkinkan akan muncul atau tumbuh bibit seni drama dari sekolah.
i.        Kerjasama antar pemain dapat ditumbuhkan dan dibina dengan sebaik-baiknya.
Siswa memperoleh kebiasaan untuk menerima dan membagi tanggung jawab dengan sesamanya.
j.        Bahasa lisan siswa dapat dibina menjadi bahasa yang lebih baik agar mudah dipahami orang lain.
k.      Mengembangkan kreativitas siswa (dengan peran yang dimainkan siswa dapat berfantasi)
l.        Memupuk kerjasama antara siswa.
m.    Siswa lebih memperhatikan pelajaran karena menghayati sendiri.
n.      Memupuk keberanian berpendapat di depan kelas.
o.      Melatih siswa untuk menganalisa masalah dan mengambil kesimpulan dalarn waktu singkat.

Ø   Kelemahan Bermain Peran
Menurut Ramayulis (2008: 312-313), yaitu :
a.    Sukar untuk memilih anak yang betul-betul berwatak sesuai peran untuk memecahkan masalah tersebut.
b.    Perbedaan adat istiadat kebiasaan dan kehidupan-kehidupan dalam suatu masyarakat akan mempersulit pelaksanaannya.
c.    Anak-anak yang tidak mendapat giliran akan menjadi pasif.
d.   Kalau metode ini dipakai untuk tujuan yang tidak layak.
e.    Kalau guru kurang bijaksana tujuan yang dicapai tidak memuaskan.
f.     Adanya kurang kesungguhan para pemain menyebabkan tujuan tak tercapai.
g.    Pendengar (siswa yang tak berperan) sering mentertawakan tingkah laku pemain sehingga merusak suasana.
h.    Memerlukan kreativitas dan daya kreasi yang tinggi dari pihak guru maupun murid. Dan ini tidak semua guru memilikinya
i.      Kebanyakan siswa yang ditunjuk sebagai pemeran merasa malu untuk melakukan suatu adegan tertentu
j.      Apabila pelaksanaan bermain peran dan bermain pemeran mengalami kegagalan, bukan saja dapat memberi kesan kurang baik, tetapi sekaligus berarti tujuan pembelajaran tidak tercapai
k.    Tidak semua materi pelajaran dapat disajikan melalui metode ini
l.      Pada pelajaran agama masalah keimanan, sulit disajikan melalui metode bermain peran dan bermain peranan ini.
m.  Sebagian anak yang tidak ikut bermain peran menjadi kurang aktif.
n.    Banyak memakan waktu.
o.    Memerlukan tempat yang cukup luas.

Usaha-usaha untuk mengatasi kelemahan-kelemahan metode bermain peran:
a.       Guru harus menerangkan kepada siswa untuk memperkenalkan metode ini, bahwa dengan jalan bermain peran siswa diharapkan dapat memecahkan masalah hubungan sosial yang aktual ada di masyarakat kemudian guru menunjuk beberapa siswa yang akan berperan masing-masing akan mencari pemecahan masalah sesuai dengan perannya dan siswa yang lain menjadi penonton dengan tugas-tugas tertentu.
b.      Guru harus memilih masalah yang urgen sehingga menarik minat anak. Ia mampu menjelaskan dengan baik dan menarik sehingga siswa terangsang untuk berusaha memecahkan masalah itu.
c.    Agar siswa memahami peristiwanya maka guru harus bisa menceritakan sambil mengatur adegan yang pertama.
d.   Bobot atau luasnya bahan pelajaran yang akan didramakan harus disesuaikan dengan waktu yang tersedia. Oleh karena itu harus diusahakan agar para pemain berbicara dan melakukan gerakan jangan sampai banyak variasi yang kurang berguna.





BAB III
PENUTUP

3.1       Kesimpulan
Metode bermain adalah suatu cara mengajar dengan jalan mendramatisasikan bentuk tingkah laku dalam hubungan sosial. Titik tekanannya terletak pada keterlibatan emosional dan pengamatan indera ke dalam suatu situasi masalah yang secara nyata dihadapi oleh peserta didik.
Melalui metode bermain peran siswa diajak untuk belajar memecahkan masalah pribadi, dengan bantuan kelompok sosial yang anggotanya teman-temannya sendiri. Dengan kata lain metode ini berupaya membantu individu melalui proses kelompok sosial. Melalui bermain peran, para siswa mencoba mengeksploitasi masalah-masalah hubungan antar manusia dengan cara memperagakannya. Hasilnya didiskusikan dalam kelas.

3.2       Saran
Dalam memilih suatu metode pembelajaran, guru harus memperhatikan kesesuaian materi yang akan diajarkannya. Metode bermain peran disarankan digunakan jika materi yang diampaikan cocok dengan metode bermain peran. Metode bermain peran cocok dengan siswa yang kinestetiknya tinggi, atau tidak bisa diam, apalagi hanya mendengarkan penjelasan atau membaca teks, karena dapat dipastikan tidak banyak materi yang dapat tersampaikan. Namun melalui bermain peran, siswa akan memahami materi dalam waktu lama karena siswa terlibat, mengalami secara langsung dalam proses pembelajaran.





DAFTAR PUSTAKA

Ainamulyana.blogspot.com /search/label/METODE BERMAIN PERAN
Dedenbinloade.blogspot.com/2010/01/penerapan-model—pembelajaran.cole.html
Purnomo, Bayu Gilang. Metode Sosio Drama [online]. Tersedia : http://www.metode-sosio-drama-bermain-peran. (Selasa, 1 November 2011)
Rahmad, Widodo. Metode Pembelajaran bermain Peran [online]. Tersedia : http://www.metode-pembelajaran.bermain.peran. (30 November 2009)
Santoso, Budi. Metode Pembelajaran Bermain Peran [online]. Tersedia : http://eko-buudi-blok-media-pembelajaran-bermain-peran ( Jumat, 20 Mei 2011)




Terimakasih untuk mereka,NANDA MASYITHA DAN ERIK YOPIS