MAKALAH PROFESI KEGURUAN
“Deskripsi
Kode Etik Keguruan Dalam Pelaksanaan Tugas Berbagai Bidang Kehidupan”
DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 10
Nama kelompok :
1.
HUKMAH
SULISTIA (A1G010009)
2.
SHERLY
MARLINA (A1G010019)
4.
ZENDRO HAREFLEN (A1G010044)
DOSEN PENGAMPUH :
Dr. Osa Juarsa .MPd
PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS BENGKULU
2011
Puji syukur penulis ucapkan
kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan ridho-Nya.
Salawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, sahabat
dan kaum muslimin yang tetap istiqomah menegakkan kebenaran.
Makalah
ini bertujuan untuk mengetahui tentang deskripsi
kode etik keguruan dalam pelaksanaan tugas berbagai bidang kehidupan, dan juga
untuk menambah wawasan serta informasi yang berkaitan penerapan kode etik di
berbagai bidang kehidupan.
Selama
menyelesaikan makalah ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak,
untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah mendukung penulisan makalah Ini.
Penulis
telah berusaha semaksimal mungkin dalam proses penyusunan makalah ini. Akhirnya
kritik dan saran yang membangun sangatlah diharapkan demi perbaikan dimasa yang
akan datang.
Bengkulu, Mei 2012
Penulis
DAFTAR ISI
Hal
KATA
PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR
ISI ............................................................................................................ ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang...................................................................................
1
1.2
Rumusan Masalah ............................................................................. 1
1.3
Tujuan ............................................................................................... 1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Deskripsi
kode etik keguruan ........................................................... 2
2.2
Penerapan
kode etik dalam pelaksanaan tugasnya ........................... 4
2.3 Penerapan
kode etik guru dalam masyarakat..................................... 9
2.4 Fungsi kode etik keguruan dalam tugas dan berbagai
bidang kehidupan.............................................................................. 17
BAB III PENUTUP
3.1
Kesimpulan ....................................................................................... 27
3.2 Saran ................................................................................................. 27
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................iii
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mendiknas Bambang Sudibyo adalah pencanangan “Guru Sebagai Profesi”.
Sebagai suatu profesi, guru memerlukan kode etik. Draf kode etik guru tersebut
selain diambil dari kode etik yang sudah dimiliki PGRI dan memperoleh masukan
dari para profesor doktor bidang pendidikan, juga dengan membandingkan kode
etik yang dimiliki oleh profesi lain. Artinya, secara prosedural penyusunan
draf kode etik guru itu sudah sesuai mekanisme kerja yang benar. Meskipun
demikian, tidak berarti bahwa draf itu dapat dikatakan final dan layak untuk
disahkan menjadi kode etik guru
Namun, hingga saat ini tampaknya penyusunan draft tersebut belum
kelar juga. Padahal pengesahannya sangat ditunggu banyak pihak, khususnya
masyarakat pengguna jasa layanan pendidikan dan, tentunya, para guru itu
sendiri. Bagi masyarakat, dengan adanya kode etik guru, mereka akan memperoleh
pelayanan pendidikan yang lebih professional dari para guru. Karena, dalam kode
etik tersebut akan diatur persyaratan keahlian minimal yang harus dimiliki
profesi tersebut. Selain itu, kode etik merupakan janji dari sebuah profesi
untuk memberi pelayanan yang optimal kepada masyarakat Dengan demikian mereka
tidak perlu merasa khawatir lagi putra-putri mereka dididik guru-guru yang
tidak layak dan asal-asalan.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Bagaimana deskripsi kode etik keguruan?
2. Bagaimana
penerapan kode etik guru dalam pelaksanaan tugasnya?
3. Bagaimana penerapan kode etik guru dalam
masyarakat?
1.3
Tujuan
Tujuan pembuatan makala ini untuk menambah wawasan
kita mengenai, deskripsi kode etik keguruan, penerapan kode etik guru dalam
pelaksanaan tugasnya, serta penerapan kodeik guru dalam masyarakat.
BAB
II
PEMBAHASAN
Deskripsi
Kode Etik Keguruan Dalam Pelaksanaan Tugas Berbagai Bidang Kehidupan
2.1 Deskripsi Kode Etik Keguruan
Rumusan
Kode Etik Hasil Kongres PGRI Tahun 1989
Guru indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah
bidang pengabdian kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbagsa dan bernegara serta
kemanusiaan pada umumnya. Guru Indonesia yang berjiwa pancasila dan setia pada
undang-undang dasar 1945, turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-cita
proklamasi kemerdekaan republuik indonesia 17 agustus 1945. Oleh sebab itu,
guru indonesia terpanggil untuk menunaikan karyanya dengan berpedoman kepada
dasar-dasar sebagai berikut.
1. Guru
berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia indonesia seutuhnya
yang berjiwa pancasila
2. Guru
memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional
3. Guru
berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan
bimbingan dan pembinaan.
4. Guru
menciptakan suasana sekolah sebai-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar mengajar
5. Guru
memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk
membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan
6. Guru
secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan
martabat profesinya
7. Guru
memelihara hubungan profesional, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan
8. Guru
bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan
pengabdianya
9. Guru
melaksanaka segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan
Kode
etik yang pertama mengandung pengertian bahwa perhatian
utama seorang guru adalah peserta didik. Perhatiannya itu semata-mata
dicurahkan untuk membimbing peserta didik, yaitu mengembangkan potensinya
secara optimal dengan mengupayakan terciptanya proses pembelajaran yang edukatif. Melalui proses inilah
diharapkan peserta didik menjelma sebagai manusia seutuhnya yang berjiwa
pancasila. Manusia utuh yang dimaksud adalah manusia yang seimbang antara
kebutuhan jasmani dan rohaninya, bukan sehat secara fisik, namun secara psikis.
Manusia yang berjiwa pancasila artinya manusia yang dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara selalu mengindahkan dan mengapikasikan nilai-nilai yang
terkandung dalam pancasila
Kode
etik yang kedua mengandung makna bahwa guru hanya
sanggup menjalankan tugas profesi yang sesuai dengan kemampuanya, ia tidak
menunjukan sikap aroganisme profesional. Manakala menghadapi masalah yang ia
sendiri tidak mampu mengatasinya, ia mengaku dengan jujur bahwa masalah itu
diluar kemampunya, sambil terus berupaya menungkatkan kemampuan yang
dimilikinya.
Kode
etik yang ketiga menunjukan hpentingnya seorang guru
mendapatkan informasi tentang peserta didik selegkap mungkin. Informasi tentang
kemampuanya, minat dan bakat, motivasi, kawan-kawanya, dan informasi yang
kira-kira berpengaruh pad perkembangan peserta didik dan mempermudah guru dalam
membimbing dan membina peserta didik tersebut.
Kode
etik yang keempat mengisyaratkan pentingnya guru
menciptakan suasana sekolah yang aman, nyaman, dan membuat pesrta didk betah
belajar. Yang perlu dibangun antara lain iklim komunikasi yang demokratis
hangat, dan penuh dengan rasa kekeluargaan, tetapi menjatuhkan diri dari kolusi
dan nepotisme.
Kode
etik guru kelima mengingat pentingnya peran serta orang
tua siswa dan masyarakat sekitarnya
untuk ikut andil dalam proses pendidikan sekolah/madrasah. Eran serta mereka
akan terwujud jika terjalin berhubungan baik antara guru dengan peserta didik,
dan ini harus diupayakan sekuat tenaga oleh seorang guru
Kode
etik guru keenam guru diharuskan untuk selalu
meningkatkan dan mengembangkan mutu dan martabat profesinya. Ini dapat
dilakukan secara priibadi dapat juga secara kelompok. Agar terjalin kekuatan
profesi, guru hendaknya selalu menjalin hubungan baik dengan rekan seprofesi,
memupuk semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial.
Kode
etik guru ketujuh intinya bagaimana menjalin kerjasama
yang mutualistis dengan rekan seprofesi. Rasa senasib dan sepenanggungan
biasanya megikat para guru untuk bersatu meyatukan diri.
Kode
etik guru kedelapan “guru bersama-sama memelihara dan
meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdianya”.
Jika memang benar PGRI merupakan sarana dan wadah yang menampun aspirasi guru,
sarana perjuangan dan pengabdian guru, maka praktik monopoli profesi terhadap
guru (terutama guru SD) oleh pengurus PGRI harus segera disudahi. Karena cara
seperti itu hanya akan membuat guru semakin negatif terhadap profesi ini. Justru
sebaliknya, pgri harus menjadi satu kekuatan profesi dalam menggapai
harapannya. Organisasi ini seharusnya mampu menjembatani dan mengayomi aspirasi
para guru, dan bahkan jika mungkin, PGRI harus mampu meningkatkan harkat
martabat guru semakin hari semakin cenderung terpuruk adanya.
Kode
etik guru kesembilan “guru melaksanakan segala
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan”. Kode etik ini didasari oleh
dua asumsi, pertama karena guru sebagai unsur
aparatur negara (sepanjang mereka itu PNS), kedua kerena guru itu ahli
dibidang pendidikan. Oleh karena itu, sudah sewajarnya guru melaksanakan semiua
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan, selagi sesuai dengan
kemampuan guru itu dan tidak melecehkan harkat dan martabat guru itu sendiri.
2.2 Penerapan Kode Etik Guru dalam
Pelaksanaan Tugasnya
Dalam menjalankan tugasnya, guru sebagai seseorang
yang profesional dipandang perlu berpedoman pada kode etik. Ini adalah suatu
pembuktian komitmenya akan profesi kependidikannya. Sebagai anggota organisasi
profesi ini, ia sesungguhnya telah terikat oleh nilai dan norma organisasi yang
tertuang dalam standar prilakuguru yang disebut Kode Etik Guru. Inilah aturan
yang harus ditaati dan dijadikan pedoman perilaku oleh guru dalm menjalankan
tugasnya. Jadi, kode etik ini harus diterapkan oleh guru dalam melaksanakan
tugasnya.
Penerapan kode etik guru dalam tugasnya begitu luas
untuk dipaparkan secara keseluruhan. Sebab banyak masalah dari segi aspek yang
ia jalani ketika melaksanakan tugasnya itu. Akan tetapi pada bagian ini
pemaparannya banyak diangkat dari ruang lingkup proses pembelajaran sebagai
tugas utama seorang guru, yaitu membelajarkan peserta didik.
1.
Multi
Peran Dan Tugas Guru dalam Pembelajaran
Tugas guru dalam menjalankan profesi kependidikannya
yang teramat luas, termasuk didalamnya tugas guru sebagi pendidik dan sebagai
pengajar. Akan tetapi, muara tugas utama kedua peran tersebut terjadi pada
arena proses pembelajaran, yaitu suatu upaya dalam menciptakan situasi
interaksi pergaulan sosial dengan merekayas lingkungan yang kondudif bagi
terjadinya pperkembangan optimal peserta didik. Upayanya itu adalah membuat
sinergi semua unsur yang terlibat bagi terciptanya lingkungann yang kondusif
untuk terjadinya proses pembelajaran pada peserta didik.
Guru memainkan multi peran dengan proses
pembelajaran yang diselenggarakan dengan tugas yang amat bervariasi. Ia
berperan sebagai manager, pemandu, organisator, koordinator, komunikator ,
fasilitator dan inovator proses pembelajaran (Umar Tirtarahardja dan La Sulo,
1994 : 262 ). Sedikitnya ada tiga belas tugas guru dalam sistem pembelajaran,
yaitu sebagai konsevator, inovator, transmitor, transformator, perencana,
menejer, pemandu, organisator, koordinator, komunikator, fasilitator, motivator
dan penilai sistem pembelajaran.
Sebagai
konservator (pemelihara) guru bertugas memelihara sistem
nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan. Dalam sistem pembelajaran guru
merupakan figur bagi peserta didik dalam memelihara sistem nilai. Denagn
peranna sebagai konsevator, guru sekaligus menjadi inovator (pengembang) sistem
nilai ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikaji dalam sistem pembelajaran itu.
Jadi, guru bertugasa bukan hanya memelihara sitem nilai tapi juga mengembangkanya
kepada tataran yang lebih luas dan maju.
Sebagai
transmitor (penerus) sistem-sistem nilai, guru selayaknya
meneruskan sistem sistem nilai tersebut kepada peserta didik. Dengan demikian,
sistem nilai tersebut dimungknkan akan diwariskan kepada pesrta didik sebagai
generasi yang melanjutkan sistem nilai tersebut. Kesinambungan sistem nilai itu
merupakan bagian dari pelaksanaan sistem endidikan.
Sebagai
transformator (penerjemah) sistem-sistem nilai, guru
bertugasa menterjemahkan sistem-sistem nilai tersebut melalui penjelmaan dalam
pribadi dan prilakunya. Lewat proses interaksinya denganppeserta didik
diharapkan pula sistem-sistem nilai tersebut menjelma dalam pribadi peserta
didiknya.
Sebagai
perencana (planner) guru bertugas mempersiapkan apa yang
akan dilakukan didalam proses pembelajaran. Ia harus membuat rencana
pembelajaran yang matang, yang sekarang dikenal dengan Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP). Dalamm RPP ini guru merencanakan proses pembelajaran mulai
dari merumuskan tujuan pembelajaran, indikator, kegiatan pembelajaran, evaluasi
sampai dengan alat , bahan, pendekatan dan metode yang digunakan dalam
mengajar.
Sebagai manager
proses pembelajaran, guru bertugas mengelolah proses
operasional pembelajaran, mulai dari mempersiapkan, mengorganisasikan,
melaksanakan dan mebgevaluasi proses pembelajaran. Disini ditentukan siapa yang
harus terlibat dalam proses ppembelajaran serta sejauh mana tingkat
keterlibatanya. Semua unsur diperkirakan menunjang atau menghambat berhasilnya
proses pembelajaran dikelolah sesuai dengan kondisi objektifnya masing-masing.
Sebagai pemandu
(director), guru bertugas menunjukan arah dari
tujuan pembelajaran kepada peserta didik. Kegiatan ini bukan saja memperjelas
arah kegiatan belajar peserta didik, tapi juga menjadi motivator bagi mereka
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah dirancang, baik oleh guru maupun
dirancang bersama pesrta didik.
Sebagai
organisaror (penyelenggara), guru bertugas
mengorganisasikan seluruh kegiatan pembelajaran. Guru bertugas menciptakan
situasi, memimpin, merangsang, mengerakan, dan mengarahkan kegiatan belajar
mengajar sesuai dengan rencana. Ia bertindak sebagi narasumber, konsultan,
pemimpin yang bijaksana dalam arti demokratis dan humanis selama proses
pembelajaran berlangsung. Tujuannya juga berupa menciptakan proses belajar yang
edukatif yang dapat dipertanggung jawabkan baik secara formal maupun secara
moral.
Sebagai
komunikator, guru bertugasa mengkomunikasikan murid
dengan berbagai sumber belajar. Pekerjaanya, antara lain memberikan informasi
tentang buku sumber yang digunakan, tempat belajar yang kondusif, bahkan
mungkin menginformasikan narasumber lain yang ditugasi jika diperlukan.
Sebagai
fasilitator, guru bertugas menyediakan
kemudahan-kemudahan belajar bagi siswa, seperti memberikan informasi tentang
cara belajara yang efektif, menyediakan buku sumber yang cocok, memberikan
pengarahan dalam pemecahan masalah dan pengembangan diri peserta didik, dan
lain-lainya.
Sebagai motivator, guru bertugas memberikan dorongan
belajar sehingga muncul hasrat tinggi untuk belajar secara interinsik. Dalam
proses pembelajaran, dorongan yang diberiakan mungkin berupa penghargaaan
seperti pujian, bahkan seandainya diperkirakan hasinya akan positif hukuman pun
dapat dilakukan dengan catatan tidak memberikan hukuman fisik seperti menampar,
menjemur, dan sebaginya.
Sebagai penilai
(evaluator), guru bertugas mengidentifikasi,
mengumpulkan, menganalisis, menafsirkan data yang valid, reabel dan objektif,
dan akhirnya harus memberikan pertimbangan atas tingkat keberhasilan
pembelajaran tersebut berdasarkan kreteria yang ditetapkan, baik mengenai program,
proses, maupun hasil (produk). Evaluasi terhadap produk, selain berguan untuk
bahan pertimbangan dalam membuat keputusan, juga bermanfaat sebagai umpan balik
bagi prose dan masukan serta tindak lanjutnya.
2.
Penerapan
Kode Etik Guru dalam Pelaksanaan Tugasnya
Pemahaman atas
peran dan tugas guru, khususnya dalam penyelenggaraan sistem pembelajaran
seyogjanya menjadi kerangka berfikir (frame work) dalam bahasam tentang
penerapan kode etik sebagaimana mestinya. Sedikitnya, pemahaman itu
mengantarkan anda pada suatu keyakinan bahwa sungguh beragam peran dan tugas
guru dalam proses pembelajaran.
Kode etik guru
sebagai pedoman bagi guru dalam berprilaku sesungguhnya dapat diterapkan
didalam tugasnya pada arena dan tahapan kegiatan pembelajaran. Bahkan, kalu ia
mendapatkan tempat dihati peserta
didik maka guru dipandang perlu
berpegang teguh pada kode etiknya saat proses belajar berlangsung. Prilaku
seorang guru harus mencerminkan nilai-nilai luhur yang terkandung dalam kode
etik sehingga kode etik itu tersebut menjelma dalam perilakunya.
2.3 Penerapan Kode Etik Guru dalam
Masyarakat
Keterkaitan
profesi guru dengan bahwa guru berperan sebagai pendidik yang bertanggung jawab
dalam (1) memelihara sistem nilai yang merupakan sumber norma kedewasaan dan
pengembangan sistem nilai ilmu pengetahuan, teknologi, dan humaniora di
masyarakat. (2) penerus sistem nilai tersebut (3) penerjemah sistem-sisten
tersebut melalui penjelmaan dalam pribadi dan perilaku melalui sistem interaksi
dengan masyarakat terutama peserta didik (Abin Syamsuddin 1997:18) menurut Umar
Tirtarahardja dan La Sulo (1994:183) adanya kaitan antara guru denganmasyarakat
sesungguhnya karena ada kaitan antara masyarakat dengan pendidkan , yang
ditinjau dari tiga segi berikut ini
1. Masyarakat
sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang dilembagakan (jalur sekolah dan
jalur luar sekolah) maupun yang tidak dilembagakan (jalur luar sekolah)
2. Lembaga-lembaga
kemasyarakatan dan kelompok sosial dimasyarakat, baik langsung maupun tidak
langsung, ikut mempunyai peran dan fungsi edukatif.
3. Dalam
masyarakat terdapat berbagai sumber belajar, baik yang dirancang maupun yang
dimanfaatkan. Manusia berusaha mensisik dirinya dengan memanfaatkan
sumber-sumber belajar yang gtersedia di masyarakat dalam belajar, bergaul, dan
sebaginya.
Paparan diatas menunjukan bahwa (1) masyarakat
merupakan tempat untuk melaksanakan
tugas keprofesian seorang guru, baik ketika memainkan perannya sebagai pendidik
maupun pengajar. (2) masyarakat menjadi sumber belajar dan mendidik dari
seorang guru. (3) masyarakat sebagi konsumen dan pengguna jasa dan hasil
pendidikan. Guru dapat memberikan berbagai hal yang bermanfaat bagi masyarakat
dan dapat mengembangkan diri untuk lebih profesional dengan memanfaatkan
sumber-sumber yang ada di masyarakat. Serta melibatkan peran serta masyarakat
dalam penyelenggaraan pendidikan.
Yang paling esensial yang bahkan perlu didingat dan
dihayati betul oleh guru serta tenaga kependidikan lainya dari paparan diatas
ialah bahwa masyarakat itu pada dasarnya merupakan pelanggan jasa pelayanan
pendidikan dan penggunaan hasil-hasil pendidikan.
Persoalan yang perlu diantisipasi dalam kaitannya
denga tiga fungsi kemasyarakatan tersebut bagi seorang guru dan tenaga
kependidikan lainya antara lain agar bagimana ketiga fungsi masyarakat dan
tenaga kependidikan lainnya berjalan tanpa ada pihak yang dirugikan? Pedoman
seperti apakah yang harus ditaati oleh kedua pihak tersebut?
Sesungguhnya, jawaban pertanyaan tersebut sangat
bergantung kepada bagaimana sikap guru dan tenaga kependidikan lainya terhadap
masyarakat dan kualitas penerapan kode etik oleh guru dimasyarakat. Perlu
diperhatikan pula bagaimana sikap masyarakat terhadap profesi
keguruan/kependidikan dan kode etiknya. Apakah masyarakat memahami dan membutuhkan serta respek terhadap profesi
keguruan? Sebab, jangan-jangan masalah ini menjadi bumerang bagi lancarnya
ketiga fungsi masyarakat diatas. Akan tetapi perlu disadari oleh para guru dan tenaga
kependidikan lainya bahwa guru dan tenaga kependidikan lainya yang seharusnya
lebih peduli akan ketiga fungsi masyarakat tersebut. Guru dan tenaga
kependidikan lainnya diharapkan mampu mengubah citra masyarakat akan profesi
keguruan, bahwa profesi itu disadari betul oleh masyarakat sebagai satu-satunya
profesi yang mampu membantu mereka dalam mengembagkan diri dan memecahkan
permasalahan. Pada gilirannya, profesi keguruan mendapat tempat yang layak
dihati masyarakat, paling tidak sejajar dengan profesi-profesi lain yang ada
dimasyarakat.
1.
Masyarakat
dan Karakteristiknya
Masyarakat
selalu mencakup kelompok-kelompok orang yang berinteraksi antara sesamanya,
saling tergantung dan terikat dengan nilai dan norma yang dipatuhi bersama,
pada umumnya bertempat tinggal dikawasan tertentu, dan adakalanya mereka
mempunyai hubungan darah atu kepentingan bersama (Umar Tirtarahardja dan La
Sulo 1994:99). Masyarakat sebagi kesatuan hidup memiliki ciri-ciri utama antara
lain : a. Ada interaksi antara warga-warganya, b.pola tingkah laku warganya
diatur oleh adat istiadat, c. Adanya rasa identitas kuat yang mengikat para
warganya.
Tampaknya perlu dipahami
betul karakteristik umum masyarakat Indonesia yang amat unik. Keunikan
tercermin dan beragamanya suku bangsa, ras, agama, bahasa, budaya dan
sebaginya. Kondisi gografis kepulauan bangsa indonesia menyebabkan kekhasan
adat istiadat bangsa masyarakat indonesia.
Pada umumnya, ada dua ciri umum keunikan masyarakat
Indonesia, yakni :
a. Secara
horizontal ditandai oleh adanya kesatuan-kesatuan sosial atau komunitas berdasarkan
perbedaan suku, agama, adat istiadat, dan kedaerahan;
b. Secara
vertikal ditandai oleh adanya perbedaan pola kehidupan antara lapisan atas,
menengah, dan rendah.
Seandainya guru dan tenaga kependidikan lainnya mau
berfikir arif, sebenarnya keunikan tersebut tidak menjadi penghambat
pelaksanaan tugas keprofesiannya. Tetapi justru sebaliknya perlu dipandang
sebagai potensi yang sangat bermanfaat dalam menunaikan tugasnya itu. Perbedaan
tersebut adalah suatu kewajaran dan sekaligus kekayaan yang amat berharga. Akan
keliru kalau guru berpendapat bahwa sulit menerapkan kode etik guru dalam
masyarakat Indonesia dengan alasan tertentu beragamnya masyarakat Indonesia.
Tentu saja alasan seperti ini naif bagi seorang guru.
Selain paparan di atas, perlu dipikirkan pula
perkiraan masyarakat masa depan, supaya seorang guru tidak terlalu gamang dalam
menghadapinya, terutama dalam menerapkan kode etik profesinya di masyarakat
masa depan itu. Jika tidak demikian, dikhawatirkan guru akan mengalami future shock ( keterkejutan masa depan
), yaitu kepentingan yang amat hebat karena manusia terlalu cepat sampai ke
depan. Sebab di masa depan kemungkinan terjadi sesuatu fenomena bahwa benda
yang hari ini dianggap paling canggih, besok lusa bisa jadi sudah dimuseumkan
karena terimbas oleh penemuan baru yang lebih canggih lagi.
Gambaran masyarakat masa depan akan ditandai dengan
terjadinya proses globalisasi yang amat cepat, yaitu proses yang menjadikan
dunia sebagai satu kesatuan utuh, seakan terasa tanpa tapal batas antara satu
negara dengan negara lainnya, satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Untuk
melukiskan kejadian seperti itu Kenichi Ohmac menulis buku yang berjudul The Borderless World atau Dunia Tanpa Tapal Batas ( Dedi Supriadi,
1990 : 60 ). Proses ini tejadi pada berbagai aspek kehidupan yang diawali
dengan iptek serta arus informasi yang berkembang cepat dan besar-besaran
dengan dampak yang berbeda-beda. Jika kita siap menghadapi dan mengikutinya,
proses globalisasi akan membuat berbagai kemudahan dalam hidup. Jika tidak,
mungkin akan terjadi sebaliknya, yaitu kita hanya akan tersayat-sayat, terkoyak
oleh ketajaman dan kekerasan arus globalisasi di awal milenium ketiga ini.
Itulah salah satu sisi global paradox sebagaimana
dilukiskan oleh John A. Naisbit ( 1994 ).
Yang perlu diperhatikan secara serius oleh pengemban
profesi kependidikan bahwa masyarakat era globalisasi milenium ketiga nanti
ialah masyarakat yang membutuhkan layanan profesional dalam berbagai kehidupan
manusia. Karakteristik seperti itu sangat diwarnai oleh dua hal. Pertama,karena perkembangan iptek yang
semakin canggih dan daya pikir masyarakat yang semakin kritis. Kedua, karena semakin
terspesialisasikannya berbagai bidang pekerjaan. Kecenderungan ini berimplikasi
pada konsep dan praktik pendidikan. Guru tidak dapat lagi mengajar secara
santai, mereka mesti berkompetisi dengan cara memperkuat kemampuan profesional.
Seluruh tenaga kependidkan yang nonguru, baik tenaga administrator sekolah,
teknisi, maupun perumus kebijakan pendidikan perlu profesional. Tampaknya
paradigma dualisme pendidikan ( keberadaan Depdiknas dan Dinas P & K )
perlu dikaji ulang kembali keefektifannya dalam mengelola pendidkan di negeri
ini. Bukankah paradigma ini cenderung lebih membuat guru dan tenaga
kependidikan lainnya ( khususnya guru SD ) tidak kreatif dan profesional?
Sebab, kenyataannya guru dan tenaga kependidikan SD lainnya harus mempunyai dua
atasan yang terkandang kebijaksanaanya kurang sejalan. Bukankah itu hanya membebani
para guru dan tenaga kependidikan lainnya sehingga mereka lebih memikirkan
masalah yang bersifat administratif daripada bersikap profesional melayani
peserta didik dan masyarakat luas? Padahal, masyarakat abad 21 lebih menuntut
kualitas layanan profesional ketimbang layanan administratif.
2. Penerapan Kode Etik Guru dalam Kehidupan
Bermasyarakat
Pemahaman atas fenomena yang
terjadi di masyarakat, karakteristik masyarakat Indonesia pada umumnya, dan
kecenderungan masyarakat Indonesia masa depan, dapat dijadikan kerangka
berpikir, dalam bahasan penerapan kode etik guru sebagaimana mestinya. Paling
tidak, pemahaman itu mengantarkan Anda pada suatu keyakinan bahwa banyak faktor
yang harus diperhatikan dan diperkirakan ketika kita berinteraksi dengan masyarakat.
Tidak tertutup kemungkinan kalau Anda bakal menjadi orang yang paling berhasil
menghadapi kehidupan bermasyarakat.
Kode etik guru sebagai pedoman guru dalam
berperilaku sesungguhnya dapat diterapkan di masyarakat. Kalau guru dan tenaga
kependidikan lainnya ingin exist di
masyarakat, ketika berinteraksi dengan mereka ia harus berpegang teguh pada
kode etiknya. Perilaku yang ditampilkannya harus mencer minkan nilai-nilai
luhur kode etik itu sehingga kandungannya menjelma dalam perilakunya.
Berdasarkan AD/ART PGRI 1998, berikut ini diuraikan
penerapan kode etik guru dalam masyarakat.
a. Guru berbakti membimbing peserta
didik untuk membentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila
Dalam memainkan perannya di masyarakat
sebagai pendidik dan pengajar, guru senantiasa mengarahkan masyarakat dengan
bimbingannya agar mereka menjadi manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa
Pancasila. Artinya, anggota masyarakat itu diupayakan menjadi manusia-manusia
seutuhnya.
Konsepsi tentang manusia seutuhnya dapat
dianalisis dari beberapa dimensi. Pertama,
keutuhan dimensi rohani-jasmani, yaitu manusia seimbang antara perkembangan
jasmani dan rohaninya, juga seimbang pula antara kebutuhan jasmani dan rohaninya.
Kedua, keutuhan antara dimensi
sosial-individual, yaitu masyarakat yang selaras antara pemenuhan kebutuhan
individual dan sosialnya. Mereka tidak hanya mementingkan diri sendiri, tetapi
bukan pula terlalu mementingkan kebutuhan kelompok atau masyarakat. Ketiga, keutuhan perkembangan potensi
yang dimiliki serta optimalisasi perkembangannya, yaitu keselarasan antara
perkembangan psikomotorik, afektif, kognitif, emosional. Kesemuanya itu
seyogyanya berkembang optimal dan normatif. Berkembangnya warga masyarakat
seutuhnya tersebut dapat dilandasi oleh nilai-nilai luhur Pancasila. Artinya,
seorang guru dan tenaga kependidikan lainnya harus mengembangkan masyarakat
seutuhnya dengan berpijak pada nilai-nilai luhur yang tekandung dalam Pancasila
itu.
b. Guru Memiliki dan
melaksanakankejujuran profesional
Ketika guru melaksanakan perannya sebagai
pendidik dan pengajaran masyarakatanya, ia harus berpegang teguh pada kejujuran
profesional, yaitu suatu pengakuan atas batas-batas kemampuan profesionalnya.
Guru harus melaksanakan kejujuran profesional di tengah-tengah masyarakat. Ia
tidak melakukan hal-hal yang di luar batas kemampuannya dan tidak pula
melakukan pekerjaan yang ada dalam koridor kewenangan profesi lain.
c. Guru berusaha memperoleh informasi
tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbungan dan pembinaan
Banyak informasi yang bertalian dengan
peserta didik datang dari masyarakat dan guru dipandang perlu menggalinya demi
kepentingan peserta didik. Hal ini dapat dilakukan termasuk pada saat guru
berada di masyarakat. Yang terpenting bahwa usaha itu bukan untuk kepentingan
guru atau sekolah, dan bukan pula untuk mencari dan membesar-besarkan
kekurangan peserta didik. Pada masyarakat sekarang dan yang akan datang, guru
tidak dapat menjaring informasi tentang peserta didik secara serampangan. Upaya
penjaringan informasi tentang peserta didik di era sekarang dan masa yang akan
datang tampaknya harus sarat dengan kehatian-hatian dan harus direncanakan
secara matang, objektif, dan transparan.
d. Guru menciptakan suasana sekolah
sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar mengajar
Masyarakat merupakan penyelenggara
pendidikan, baik yang dilembagakan ( jalur sekolah dan jalur luar sekolah )
maupun yang tidak dilembagakan ( jalur luar sekolah ). Ini berarti bahwa
masyarakat bertanggung jawab atas perkembangan dan keberhasilan siswa, termasuk
dalam menciptakan suasana iklim organisasi sekolah/madrasah yang menunjang
berhasilnya proses pembelajaran. Untuk menciptakan suasana itu, guru sebaiknya
bekerja sama dengan masyarakat. Kerja sama tersebut, terutama dalam hal
keamanan, kenyamanan, ( tidak bising, tidak terlalu ramai ) dan kebersihan
sekolah/madrasah, serta keasrian dan kesehatan lingkungannya. Kerja sama
tersebut dilakukan dengan strategi dan pendekatan yang tepat sehingga
masyarakat proaktif untuk menciptakan suasana sekolah/madrasah dengan
sebaik-baiknya sehingga menunjang berhasilnya proses belajar mengajar. Itu
semua dilakukan, terutama ketika guru berada dan menjadi anggota masyarakat.
Strategi pendekatan tut wuri handayani,
ing madyo mangun kurso, dan ing
ngarso sung tulodo, amat tepat bagi penciptaan wiyata mandala sekolah yang
kondusif.
e. Guru memelihara hubungan baik
dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan
rasa tanggung jawab bersama terhadap penddikan.
Pendidikan bukan merupakan monopoli pihak
sekolah/madrasah karena pada hakikatnya pendidikan merupakan tanggung jawab
bersama antara sekolah/madrasah ( lembaga penddikan ), masyarakat, dan
keluarga. Sistem seperti ini sudah cukup lama tertanam di negeri kita. Perguruan
Taman Siswa umpamanya membuat suatu ketetapan bahwa (1) untuk mencapai tujuan
pendidikannya, Taman Siswa melaksanakan kerja sama yang harmonis antara ketiga
pusat penddikan, yaitu : (a) lingkungan keluarga (b) lingkungan perguruan dan
(c) lingkungan masyarakat/pemuda, serta (2) sistem pendidikan tersebut disebut
sistem “Tri Pusat” ( Keputusan Kongres X tanggal 5-10 Desember 1966 Pasal 15,
dalam Suparlan, 1984: 110 ). Demikian pula lembaga pendidikan madrasah yang
berbasis pondok pesantern telah merupakan model yang baik untuk maksud serupa .
Hubungan baik antara masyarakat dengan warga pondok pesantren biasanya begitu
kental. Secara emosional warga masyarakat merasa memiliki dan ikut bertanggung
jawab atas kemajuannya. Hal itu terjadi karena sesungguhnya model pendidikan
pondok pesantren umumnya didirikan oleh masyarakat tanpa pamrih. Tampaknya
kedua model di atas dapat di kaji secara intensif oleh guru dan tenaga
kependidikan lainnya. Kemudian prinsip-prinsip yang baik dan relevannya
diterapkan dalam sistem pendidikan kita.
f. Guru secara pribadi dan
bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya
Dalam menjalankan peran dan fungsinya di
masyarakat, guru diharapakan senantiasa mengembangkan dan meningkatkan mutu dan
martabat profesinya, baik secara pribadi maupun bersama-sama. Pengembangan dan
peningkatan mutu ini mengacu pada peningkatan kualitas profesional, yaitu
peningkatan keterampilan-keterampilan profesional dalam bidang kependidikan.
Ini dilakukan dengan berlatih secara berkelanjutan . Mengabdikan diri pada
masyarakat dengan segala kemampuan sembari menimba berbagai ilmu pengetahuan
dan keterampilan profesional dari berbagai narasumber. Sedangkan peningkatan
dan pengembangan martabat profesi menunjukan pada upaya untuk menempatkan
profesi keguruan yang ada di hati masyarakat. Profesi keguruan dipandang
sebagai profesi yang tidak dapat disepelekan dan keberadaannya dirasakan dan di
akui masyarakat sebagai profesi yang berarti, dan patut diperhitungkan.
Guru dapat secara pribadi maupun
bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya di
masyrakat. Secara pribadi dengan cara mengikuti bebagai kegiatan yang menunjang
kemampuan profesional yang ada di masyarakat, misalnya mengikuti
pelatihan-pelatihan keterampilan, kepemimpinan, dialog/diskusi kependidikan,
dan sebagainya. Secara kelompok guru dapat membentuk forum guru di mastarakat.
Dalam kelompok itu mereka saling bertukar pikiran dan pengalaman tentang
berbagai hal yang ada kaitannya dengan peningkatan dan pengembangan mutu dan
martabat profesi keguruan.
g. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat
kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial
Di dalam masyarakat guru memelihara
hubungan sejawat. Artinya, ia mengadakan dan memelihara hubungan guru lainnya
baik dengan guru yang berlatar keahlian sama maupun berbeda. Hubungan tersebut
dapat bersifat (a) akademis, misalnya saling berkonsultasi dalam membahas
materi pelajaran; (b) referal (rujukan), misalnya jika seorang guru tidak bisa
menangani kasusnya di masyarakat maka ia merujukannya kepada guru lain yang
lebih kompeten; (c) hubungan pribadi, misalnya ketika seorang guru menghadapi
dilema pribadi, ia mendiskusikannya dengan guru lain yang dipercaya. Sedangkan
memelihara semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosila di masyarakat
diwujudkan denagn perilaku saling memnbantu manakala ada anggota masyarakat
yang memerlukan bantuan tanpa pilh kasih dan bergotong royong. Misalnya, jika
ada tetangga yang sakit, seorang guru wajib menjenguknya, jika ada seorang ada
warga yang meninggal, seorang guru wajib mentakzia dan berbagai kegiatan sosial
lainnya.
h. Guru secara bersama-sama memelihara
dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian
Dalam memelihara dan meningkatakan mutu
kinerja organisasai masyarakat paling tidak guru harus berupaya untuk
mengimplementasikan misi PGRI, yaitu : misi profesi, misi kemasyarakatan, dan
misi kesejahteraan.
Dalam menerapakan misi profesi
dimasyarakat, guru berupaya merealisasikan layanan pada masyarakat. Bahwa
layanan profesi keguruan bersifat sosial-profesional harus benar-benar
dirasakan oleh masyarakat sebagai layanan sosial, tanpa pamrih, dan siap
dibutuhkan setiap saat dengan tidak mengutamakan imbalan materi atas jasa
layanan profesionalnya. Penanaman misi kemasyarakatan PGRI terdapat masyarakat
mencakup penanaman serta semangat persatuan dan kesatuan. Penanaman misi
kesejahteraan perlu dilakukan denagn merekayasa berbagai kondisi yang menjadi
motivator munculnya kemauan keras untuk hidup sejahtera lahir batin. Lebih jauh
lagi, penanaman misi kesejahteraan dimasyarakat bertujuan untuk menciptakan
masyarakat adil, sejahtera lahir batin yang di ridai TUHAN YME.
i. Guru melaksanakan segala
kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidkan
Sebagai
warga Negara yang baik, guru senantiasa melaksanakan kebijaksanaan pemerintah
dalam bidang pendidikan di masyarakat, sepanjang bertalian dengan kemasalahan
masyarakat, misalnya kebijakan pemerintah tentang guru berupaya membantu
pemerintah dalam merealisasikan wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun. Jalinan
hubungan yang harmonis antara guru dengan masyarakat menempatkan guru sangat
strategis dalam menyukseskan program wajib belajar 9 tahun itu. Guru berupaya
mendorong masyarakat agar berperan serta dalam menyukseskan program itu. Ini
dapat dilakukan dengan cara meyakinkan masyarakat akan pentingnya pendidikan
dan bahayanya jika masyarakat kurang berpendidikan.
2.4
FUNGSI KODE ETIK KEGURUAN DALAM TUGAS DAN BERBAGAI BIDANG KEHIDUPAN
Keluarga
adalah kelompok masyarakat terkecil berupa pengelompokan primer yang terdiri
atas sejumlah kecil orang karena hubungan sedarah dan sekerabat. Keluarga itu
bisa terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang selanjutnya disebut para ahli
sosiologi dengan istilah keluarga inti ( nucleus family ), dapat pula
diperluas, yaitu keluarga yang anggotanya di samping keluarga inti juga ada
orang lain, misalnya kakek/nenek, ipar, pembantu, dan lain-lain. Seandainya
teliti kebanyakan keluarga di Indonesia adalah keluarga yang diperluas (
extended family ).
Peran
dan fungsi keluarga dalam proses pendidikan anak sangat fundamental. Pendidikan
keluarga bagi anak merupakan pendidikan pertama dan utama sehingga warnanya
akan sangat sulit dihilangkan dalam diri anak. Keluarga inilah yang menjadi
dasar pendidikan di sekolah dan masyarakat. Keluaraga mengajarakan dan
menanamkan keyakinan keagamaan pada pada anak, nilai budaya, adat istiadat,
nilai moral, tata krama, dan berbagai keterampilanuntuk bertahan hidup, seperti
belajar merangkak, berjalan, berlari, mengembangkan ide dan pemikiran, dan
lain-lain. Begitu pentingnya pendidikan keluarga bagi perkembangan anak
sampai-sampai pemerintahan RI menuangkannya dalam UU No. 2 tahun 1989, Pasal 10
ayat 4 yang menyatakan bahwa pendidikan keluarga merupakan bagian dari jalur
pendidikan luar sekolah yang diselenggarakan dalam keluarga dan yang memberikan
keyakinan agama, nilai budaya, nilai moral dan keterampilan. Penjelasan ayat 5
Pasal 10 menegaskan bahwa pemerintah mengakui kemandiriannya keluarga untuk
melaksanakan upaya pendidikan dalam lingkungan sendiri.
Sesungguhnya,
kode etik guru dirancang untuk dijadikan pedoman berperilaku bagai guru di mana
dan dalam arena apa pun ia berada. Di dalam keluarga , guru dapat memainkan
peran dan fungsinya sebagai pendidik dan pengajar. Manakala ia melaksanakan
tugas-tugas profesional dalam keluarga, baik jika ia berposisi sebagai ayah,
ibu, anak, maupun anggota keluarga lainnya.
Jika
guru berpegang teguh pada kode etiknya ketika ia melaksanakan proses pendidikan
dalam keluarga, ia akan terhindar dari unsur subjektivitas. Perbedaan perlakuan
berdasarkan kadar kasih sayang karena masalah posisi, kelahiran, kecantikan,
kecakapan, dan faktor-faktor yang mempengaruhi subjektivitas guru lainnya bakal
dapat dihindari. Yang membedakan perlakuan guru dalam mendidik keluarganya
hanyalah jenis kelamin dan potensi psikologis yang dimiliknya. Itu semua sangat
mungkin dapat dilakukan karena memang kode etik guru merupakan pedoman perilaku
yang sudah dilembagakan.
Di
dalam keluarga, guru berperan sebagai model dengan berupaya mengejawatkan
nilai-nilai luhur kode etik dalam perilakunya. Anggota keluarga akan meniru
perilaku guru terbebut mesti dalam waktu yang relatif lama. Proses peniruan
(imitasi) perilaku itu akan terjadi jika guru tersebut menjadi orang yang
bermakna bagi keluarganya. Artinya, ia menjadi model, suri teladan yang
berpengaruh pada anggota keluarga. Bahkan juga bagi keluarga-keluarga lain di
masyarakat ia dirasakan bermanfaat oleh keluarganya dan juga masyarakatnya.
Potret
keluarga di era globalisasi milenium ketiga merupakan bahan renungan dan
tantangan bagi para guru. Potret keluarga di era ini sarat dengan pemikiran
anggota keluarga yang kritis, banyak mengharap dinamika komunikasi yang
demokratis, dan penuh harapan akan penghargaan atas hak asasi manusia. Pada
suasana interaksi sosial keluarga seperti ini, guru dengan berpegang teguh pada
kode etiknya menjadi pengembangan dan penyalur pemikiran kritis anggota
keluarga, bukan sebaliknya sebagai aktor pencipta suasana demokratis, ia banyak
mengajak diskusi untuk mengembangkan keluarga dan memecahakan masalah keluarga
yang dihadapi. Guru juga harus berdiri sebagai pelaku yang menjunjung tinggi
hak asasi manusia. Semua tantangan keluarga tersebut teratasi oleh seorang guru
manakala ia memiliki komitmen yang tinggi terhadap kode etiknya. Bukankah Kode
Etik Guru Indonesia No. 6 mengajak para guru untuk menjadi seorang profesional?
Makna Kode Etik No. 6 itu dapat diartikan bahwa guru harus selalu berupaya
terus menjadi guru profesional sesuai dengan tuntutan zamannya. Oleh karena itu
guru harus berupaya untuk mendapatkan informasi mutakhir tentang kemajuan ilmu
pengetahuan, teknologi, dan humaniora, termasuk dampaknya pada kehidupan
keluarga.
Kode
etik guru di dalam keluarga berperan sebagai pedoman yang mengarahkan guru
dalam membentuk anggota keluarganya menjadi manusia seutuhnya, yaitu manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, seimbang antara kebutuhan
jasmani dan rohani, selaras potensi yang dimiliki dengan yang berkembang. Model
manusia untuk itu dilandasi dan diwarnai oleh nilai-nilai luhur falsafah negara
Pancasila. Nilai-nilai itu menjadi milik dan menjelma dalam pribadi mereka.
Di
dalam keluarga, kode etik guru berperan sebagai pedoman yang mengarahkan guru
dalam menanamkan kejujuran pada anggota keluarga. Sifat ini sangat penting
dalam perkembangan pribadi seseorang. Tanpa kejujuran suatu keluarga jangan
diharapkan akan berkembang dengan maju. Bahkan sebaliknya, kehancuranlah yang
akan ditemui. Untuk itulah kode etik guru telah mengarahkan para guru
membimbing anggota keluarganya memiliki kejujuran. Ini bisa sangat mungkin
terjadi jika diawali oleh guru itu sendiri yang bersifat jujur.
Kode
etik guru dalam keluarga berperan sebagai pedoman yang mengarahkan guru dalam
memupuk semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial pada anggota
keluarganya. Pemupukan semangat kekeluargaan dan kesetiakawanan itu mencakup
anggota di dalam keluarga dan anggota masyarakat. Melalui pemupukan semangat
kedua hal tersebut diharapakan semau anggota keluarga guru tersebut cepat
tanggap jika ada yang membutuhkan pertolongan baik di dalam maupun di luar
keluarga.
Kode
etik guru dalam keluarga berfungsi sebagai pedoman guru dalam program
pemerintah dalam bidang penddidikan. Guru sebagai warga negara yang baik turut
berperan serta dalam menyukseskan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang
pendidikan. Untuk itu guru membimbing keluarganya menjadi anggota masyarakat
terdidik, yaitu anggota masyarakat Indonesia yang sampai saat ini harus
mengikuti wajib belajar 9 tahun. Model pendidikan dilingkungan keluarga guru
seyogyanya menjadi suri tauladan di sekitarnya.
Uraian
terlebih dahulu membahas dengan jelas empat peran dan fungsi kode etik guru
dalam keluarga. Keempat fungsi tersebut sebagai pedoman bagi guru dalam (1)
membentuk anggota keluarga menjadi manusia seutuhnya yang berjiwa Pancasila (2)
menanamkan kejujuran pada anggota keluarganya (3) memupuk semangat kekeluargaan
dan kesetiakawanan anggota keluarganya dan (4) mendorong partisipasi anggota
keluarga dalam menyukseskan jalannya pendidikan.
Contoh-contoh
penerapan kode etik guru dalam keluarga adalah, seperti berikut.
Pertama, Guru membimbing anggota
keluarganya dengan bimbingan yang berorientasi pada pemenuhan kebutuhan jasmani
dan rohani anggota keluarganya, pengembangan potensi yang mereka miliki secara
optimal sesuai dengan potensi dasarnya. Guru mengajarkan hal-hal yang bersifat
duniawi dan ukhrawi, misalnya: mengadakan siraman rohani ( pengajian keluarga
bagi kaum muslimin ). Ia mengajarkan cara berekonomi yang menguntungkan kepada
keluarganya, sesuai dengan hukum tata negara atau hukum agama yang dianutnya.
Kedua, Guru menanamkan kejujuran pada
semua anggota keluarga dengan cara melatih mereka hidup jujur. Misalnya guru
meminta salah seorang anggota keluarganya untuk bertanya jika ada permasalahan
yang tidak di pahami dalam keluarganya. Guru menyuruh anggota keluarganya untuk
berbelanja membeli sendiri keperluannya. Guru memberi anaknya uang jajan dan
ongkos sekolah seminggu atau sebulan sekali untuk menguji apakah uang yang
diberikan digunakan dengan semestinya atau tidak. Guru tidak berbohong kepada
anggota keluarganya, misalnya bila ditanya tentang sesuatu yang tidak ia
pahami, ia mengatakan, “saya tidak memahami hal itu, akan saya coba cari dalam
sumber-sumber lainnya”.
Ketiga, Guru berusaha memperoleh
informasi tentang anak dan anggota keluarga lainnya. Misalnya, guru datang ke
sekolah atau ke tempat kerja anaknya untuk mencari informasi selengkap mungkin tentang
kemajuan belajar atau kerja anaknya itu.
Keempat, Guru menciptakan suasana rumah
yang membuat seluruh anggota keluarga senang dan giat belajar. Misalnya, guru
membuat jadwal kegiatan belajar keluarga, menyediakan buku-buku bacaan yang
relevan dengan kebutuhan anggota keluarga, menata ruang belajar anggota
keluarga senyaman mungkin, dan sebagainya.
Kelima, Guru mengajak seluruh anggota
keluarga untuk bersama-sama bertanggung jawab dalam bidang pendidikan.
Misalnya, guru mengajak anggota keluarganya menyisihkan hartanya untuk
disumbangkan bagi kelancaran pendidikan.
Keenam, Guru menawarkan keyakinan kepada
anggota keluarga bahwa pendidikan adalah profesi yang patut dihargai karena
profesi ini telah memberi banyak terhadap pengembangan manusia dalam berbagai
lapisan masyarakat, misalnya guru selalu menyuruh anggota keluarga menaati
gurunya seperti mengerjakan pekerjaan rumah, menyuruh selalu mengucapkan salam
jika bertemu dengan guru.
Ketujuh, Guru menciptakan kondisi
tertentu bagi keluarganya agar mereka mampu berinteraksi dengan profesi selain
profesi kependidikan, misalnya, mengikuti ceramah keagamaan, seminar kesehatan,
dan lain-lain, bahkan mungkin dengan menjalin kerja sama dengan profesi lain.
Selain itu guru juga melatih sensitivitas anggota keluarga akan semangat
kekeluargaan dan kesetiakawanan sosial, misalnya mengajak anggota keluarga
bergotong royong membantu masyarakat yang ditimpa musibah, ikut serta dalam
kegiatan pembangunan sarana keagamaan, dan lain-lain.
Kedelapan, Guru mendorong anggota
keluarga untuk memberikan gagasan, pemikiran, dan saran-saran yang bersifat
mengembangkan dan memelihara serta meningkatkan organisasi PGRI, misalnya
menulis tentang profil guru yang diharapkan siswa, strategi PGRI dalam
meningkatkan kesejahteraan anggotanya, dan lain-lain.
Kesembilan,
Guru mendidik keluarganya minimal selesai pendidikan dasar 9 tahun (SD dan SLTP), bahkan sebaiknya untuk
memberi contoh kepada masyarakat guru sebaiknya berupaya mendidik anaknya
(keluarganya) ke jenjang pendidikan yang setinggi mungkin.
Itulah
beberapa contoh penerapan Kode Etik Guru Indonesia yang mudah-mudahan
bermanfaat bagi pengembangan profesi kependidikan PGRI, dan masyarakat pada
umumnya.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari makalah ini dapat disimpulkan bahwa penerapan
kode etik guru dalam kehidupan dengan berpedoman kepada dasar-dasar sebagai
beriku:.
1. Guru
berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia indonesia seutuhnya
yang berjiwa pancasila
2. Guru
memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional
3. Guru
berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan
bimbingan dan pembinaan.
4. Guru
menciptakan suasana sekolah sebai-baiknya yang menunjang berhasilnya proses
belajar mengajar
5. Guru
memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk
membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan
6. Guru
secara pribadi dan bersama-sama, mengembangkan dan meningkatkan mutu dan
martabat profesinya
7. Guru
memelihara hubungan profesional, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan
8. Guru
bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan
pengabdianya
9. Guru
melaksanaka segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan
Serta Guru memainkan multi peran dengan proses
pembelajaran yang diselenggarakan dengan tugas yang amat bervariasi. Ia
berperan sebagai manager, pemandu, organisator, koordinator, komunikator ,
fasilitator dan inovator proses pembelajaran (Umar Tirtarahardja dan La Sulo,
1994 : 262 ). Sedikitnya ada tiga belas tugas guru dalam sistem pembelajaran, yaitu
sebagai konsevator, inovator, transmitor, transformator, perencana, menejer,
pemandu, organisator, koordinator, komunikator, fasilitator, motivator dan
penilai sistem pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Musbikin, Imam. 2010. Guru
yang Menakjubkan. Jogjakarta : Buku
Biru
Basuni
Suryamiharjda. (1986) PGRI Sebagai Organisasi Profesi Bagi Guru. Bandung.
IPBI.
R.
Hermawan S. (1979), Etika Keguruan , Jakarta , PT Margi Waluyo
Djam’an
Satori. (2005) Profesi Keguruan. Jakarta Universitas Terbuka
Samana,
M.Pd (1994) Profesionalisme Keguruan , Yogyakarta, Kanisius
Sanusi,
Ahmad. (1991) Studi Pengembangan Model Pndidikan Profesional Tenaga
Kependidikan, Bandung, IKIP Bandung
Terimakasi terkhusus untuk teman saya : HUKMAH SULISTIA,SHERLY MARLINA, dan GITA AGUSTI LIANI.
Insaallah ilmu ini akan bermanpaat untuk kita dan orang banyak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar